Ribut-ribut soal tarif interkoneksi telepon yg turun 26 persen dan realisasinya mundur dari 1 September, mendapat tanggapan dari Koalisi Mahasiswa Indonesia Timur bagi Mengawal Nawacita (Komitmen).
Koalisi mahasiswa ini menolak rencana Kementerian Komunikasi menurunkan tarif interkoneksi dari Rp 250 per menit menjadi Rp 204. Kebijakan tersebut dinilai justru menguntungkan perusahaan telekomunikasi asing dan menyebabkan kerugian negara untuk operator telekomunikasi berstatus badan usaha punya negara (BUMN).
“Kebijakan Kementerian Komunikasi jelas menyebabkan PT Telkom rugi. Karena Telkom berstatus BUMN, maka kerugian Telkom berarti kerugian negara. Kami berharap kementerian lebih fokus pada penyediaan layanan telekomunikasi hingga ke pelosok Nusantara,” kata Perwakilan Koalisi Mahasiswa Maluku, Abdul Rahim, usai meeting dengan pimpinan Federasi Perkumpulan Pekerja (FSP) BUMN Strategis di Jakarta, akhir minggu ini.
Abdul Rahim menjelaskan, kawasan Indonesia Timur membutuhkan pembangunan infrastruktur dan jaringan telekomunikasi. Karena itu, penurunan biaya interkoneksi dikhawatirkan menghambat Telkom yg selama ini membangun jaringan telekomunikasi di Indonesia Timur.
“Kawasan Indonesia Tinur, seperti di Papua, masih banyak yg belum menikmati jaringan telekomunikasi,” kata dia.
Ahmad Nasir Rarasina, Wakil Koalisi Mahasiswa dari Nusa Tenggara Timur (NTT), menambahkan pihaknya pada prinsipnya sangat mendukung setiap upaya yg mendorong pembangunan dan perluasan jaringan telekomunikasi di segala pelosok Nusantara.
“Sebagai mahasiswa, kita sangat respek terhadap apa yg disuarakan oleh FSP BUMN Strategis yg menolak kebijakan yg tak menguntungkan masyarakat. Apalagi kebijakan itu berpotensi merugikan BUMN yg selama ini membangun jaringan telekomunikasi di Indonesia Timur,” kata Ahmad.
Ahmad mengingatkan semua masyarakat Indonesia agar tak terjebak dengan opini yg dibentuk oleh operator telekomunikasi punya asing itu seolah-olah kebijakan penurunan biaya interkoneksi itu menguntungkan masyarakat. “Jika ada yg bilang penurunan biaya interkoneksi mulai menguntungkan masyarakat, untuk kita itu seperti angin sorga, hanya enak didengar,” kata Ahmad.
Wisnu Adhi Wuryanto dari FSP BUMN Strategis menegaskan selalu melakukan penolakan terhadap kebijakan Menteri Komunikasi Rudiantara yg berencana menurunkan tarif interkoneksi. Apalagi kebijakan penurunan tarif interkoneksi itu juga diikuti dengan Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52 dan 53 tahun 2000 terkait network sharing atau berbagi jaringan.Baca juga:
Sah ditunda, Kemkominfo minta tarif interkoneksi lama jadi acuan
Kemkominfo tunda penerapan interkoneksi, begini kata operator
Giliran Kemkominfo didemo serikat pekerja BUMN
Serikat pekerja BUMN demo terkait interkoneksi
Sumber: http://www.merdeka.com