Sekjen Kajian Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ridwan Efendi, menyarankan kepada pemerintah buat menghitung ulang biaya interkoneksi yg mulai akan diterapkan awal September ini.
Menurutnya, penurunan biaya panggilan sebelumnya Rp 250 menjadi Rp 204, tak sah. Pasalnya, proses penetapan tarif tidak berpijak pada semangat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.”Dalam PP tersebut khususnya pada pasal 23, tertera kata kunci transparan, disepakati bersama, dan adil. Prinsip-prinsip ini sesungguhnya sejalan dengan apa yg dikatakan oleh WTO. WTO sebelumnya sudah mengeluarkan pedoman buat regulator bagi menghitung biaya interkoneksi,” ujarnya kepada awak media ketika diskusi bersama membahas polemik penghitungan tarif interkoneksi baru di kawasan SCBD, Jakarta, Kamis (18/08).Menilik aturan yg disebutkannya, memang pada pasal 23 menyebutkan: (1) Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui 2 (dua) penyelenggara jaringan atau lebih, dikenakan biaya interkoneksi. (2) Biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan perhitungan yg transparan, disepakati bersama dan adil. (3) Biaya interkoneksi dikenakan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi asal. (4) Apabila terjadi perbedaan penghitungan besarnya biaya penggunaan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) para penyelenggara jaringan telekomunikasi bisa melakukan penyelesaian upaya hukum melalui pengadilan atau di luar pengadilan.Maka dari itu dia mengatakan, pemerintah tak mampu memutuskan penurunan harga tarif interkoneksi dengan sendiri. Wewenang pemerintah cuma menyediakan formula dan menghitungkan saja alias tak menetapkan. Penetapan tarif dikembalikan antar operator dengan merujuk pada formula hitungan dari pemerintah atau Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI).”Tugas pemerintah tak seperti itu dan prosesnya harus terbuka. Masalahnya, setiap operator memiliki coverage jaringan wilayah berbeda-beda. Artinya, prinsip penghitungan interkoneksi harus cost base. Jadi pemerintah jangan malu-malu buat hitung ulang daripada dampaknya besar terhadap industri,” terangnya.Dalam kesempatan yg sama, pendapat senada juga dilontarkan oleh Kepala Program Teknologi Telekomunikasi, ITB, Ian Josef Matheus Edward. Dia mengatakan, pemerintah juga seharusnya berperan dalam memvalidasi data-data operator, seperti pencapaian pembangunan BTS, sebagai acuan dalam memutuskan Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI).”Pemerintah dapat kena sanksi di PTUN, sehingga aturannya mampu dibatalkan,” jelasnya.Terlepas dari itu, dalam riset saham yg ditulis Leonardo Henry Gavaza, CFA, analis saham dari PT Bahana Sekurities, memastikan rencana beberapa beleid baru tersebut mulai menguntungkan beberapa emiten telekomunikasi merupakan Indosat dan XL. Dengan beberapa aturan baru tersebut Indosat dan XL dapat monetisasi jaringan serta menghemat biaya interkoneksi yg selama ini mereka keluarkan.Meski begitu, Plt Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Noor Izza mengatakan, pemerintah mulai tetap menerapkan biaya interkoneksi baru di awal September ini. Ditegaskannya, meskipun ada polemik dalam keputusan penurunan biaya interkoneksi ini, tidak mulai menjadi penghalang pemerintah buat melaksanakan.”Karena interkoneksi adalah domainnya pemerintah, maka hak pemerintahlah bagi memutuskan biaya interkoneksi sebesar Rp 204 pada awal September nanti,” ujar diaSebelumnya, pemerintah sudah memutuskan penurunan tarif interkoneksi antar operator selular dengan rata-rata 26 persen dari 18 skema. Penetapan ini sudah diputuskan sesuai Surat Edaran No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 dan mulai diberlakukan akan 1 September 2016 sampai dengan Desember 2018. Dasar penghitungannya, memakai payung hukum Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi.Baca juga:
Soal pembangunan jaringan, Telkomsel merasa melakukannya sendirian
XL targetkan 100 kota layani 4G hingga akhir tahun 2016
Penurunan tarif interkoneksi perlu dipikirkan matang-matang
Daripada ributkan interkoneksi, lebih baik khawatirkan OTT
Turunnya tarif interkoneksi tidak terus rugikan operator
Sumber: http://www.merdeka.com